Home / Artikel / Hukum Pengelolaan Limbah B3 Usaha Klinik Dalam UU Cipta Kerja

Hukum Pengelolaan Limbah B3 Usaha Klinik Dalam UU Cipta Kerja

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU No.11 Tahun 2020) tentang Cipta Kerja memberikan berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk menjalankan usaha. Salah satunya bagi usaha klinik kesehatan.

Undang-undang Cipta Kerja merubah sebagian pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Hal ini ditujukan dalam rangka memberikan kemudahan bagi setiap orang dalam memperoleh persetujuan lingkungan. Muaranya adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam untuk melakukan usahanya dengan tetap memperhatikan dan mengelola dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Kemudahan yang diberikan untuk mendirikan klinik kesehatan adalah untuk mendapatkan izin lingkungan. Jika sebelumnya bagi usaha klinik wajib memiliki dokumen UKL-UPL yang pengesahannya melalui proses panjang berliku di dinas lingkungan hidup, kini itu tidak diperlukan lagi. Cukup dengan membuat pernyataan pengelolaan lingkungan hidup secara oline dalam sistem perizinan OSS (online single submission), sudah menggantikan izin lingkungan yang sebelumnya diwajibkan

Sebagai bagian dari kemudahannya adalah dalam penanganan limbah. Salah satunya penanganan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Pengertian B3 menurut undang-undang adalah zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/ atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Klinik kesehatan termasuk dalam usaha yang menghasilkan limbah B3, baik limbah medis maupun non medis. Limbah medis contohnya jarum suntik, obat kadaluarsa, pisau bedah, limbah patologis berupa sisa jaringan tubuh, limbah radioaktif hasil penanganan medis dan lainnya. Sedangkan limbah non medis antara lain sisa peralatan/perlengkapan klinik bukan untuk kegiatan medis seperi barang elekrtronik, sisa pelumas genset, dan lainnya.

Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Dalam Paragraf 3 (persetujuan Lingkungan) UU No. 11 Tahun 2020 di Pasal 59 Ayat (3) memberikan kemudahan bagi usaha yang tidak dapat secara sendiri mengelola limbah B3 yang dihasilkannya untuk menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain yang sudah memiliki izin pengelolaan limbah B3.

Klinik kesehatan yang tidak bisa atau tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3 dapat mengadakan kerjasama dengan perusahaan pengelola limbah B3. Perjanjian atau MoU kerjasama pengelolaan limbah B3 menjadi persyaratan untuk dapat diterbitkannya izin usaha klinik.

Klinik wajib menyediakan tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 sesuai standar ketentuan hukum. Ini ditujukan agar limbah B3 benar-benar aman sampai diambil oleh perusahaan pengelola limbah B3. Kemudahan lainnya yakni tidak diperlukannya lagi izin TPS limbah B3, cukup melalui penilaian kesesuaian standar dalam verifikasi lapangan yang dilakukan.

Meski demikian hukum pidana tetap masih bisa diterapkan terhadap klinik yang terbukti melakukan pelanggaran dalam penanganan limbah B3-nya. Yakni jika memelakukan pembuangan B3 atau limbah B3 ke media lingkungan hidup.

Pasal 103 UU PPLH mengancam pihak yang menghasilkan limbah B3 tapi tidak mengelolanya sesuai ketentuan dengan ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal tiga tahun. Juga denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah.

Sedangkan Pasal 104 mengancam bagi pihak yang membuang limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal tiga miliar rupiah.

Oleh karenanya meskipun saat ini untuk mendapatkan izin usaha klinik relatif mudah dengan penyederhanaan izin lingkungan, bukan berarti kemudian mengabaikan pengelolaan lingkungan hidup. Menjaga lingkungan hidup dari dampak negatif kegiatan klinik merupakan suatu kewajiban.

Pihak klinik juga sudah menyatakan akan melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam sistem perizinan OSS. Jika terbukti melanggar hal tersebut, maka izin usahanya dapat dicabut kembali.

(Masyhuri Abdullah) – Advokat Kantor Hukum Masyhuri & Rekan

About admin-hukum1926

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 3 = 2